Kitab fenomenal buah karya Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki ini berjudul ‘Mafahim Yajibu An Tushohah’ atau sering disebut kitab mafahim. Kitab ini merupakan kitab yang meluruskan suatu paham masyarakat yang salah dalam memaknai aliran Ahlussunah Wal jamaah. Berbagai paham yang keliru telah dipatahkan oleh Sayyid Muhammad pada kitab ini.
Musonif kitab mafahim membagi isi dari kitab ini menjadi tiga kelompok. Bagian pertama, musonif memaparkan tentang aqidah. Musonif menjelaskan kesalahan dalam menafsirkan dan menyesatkan suatu perkara. Tentu saja perkara yang dimaksud disini yakni yang berkaitan dengan Ahlussunah seperti amaliyahnya, salah satu yang telah masyhur dikalangan masyarakat yakni masalah ta’dim, bid’ah, dan tawasul. Mereka yang tidak sepaham dengan Ahlussunah selalu salah memahami amaliyah kita seperti tawasul. Yang merupakan suatu hal yang unik, disini Sayyid Muhammad menjelaskan tawasul kepada Rasulullah, para nabi, dengan benda peninggalan nabi, dengan para sahabat. Di sini Musonif juga memberikan kisah-kisah shahih setiap cabang tawasul yng ada. Termasuk kitab menarik pada kitab ini, yakni Mushonif menuangkan penjelasan imam yang dianut oleh para pengikut golongan wahabi seperti pandangan Ibnu Taimiyah dan yang lainnya.
Pada bagian kedua, Mushonif menjelaskan tentang suatu perkara yang berkaitan dengan kenabiaan. Di dalam bagian ini diawali dengan kisah nabi Muhammad lalu terdapat penjelasan tentang peringatan maulid nabi. Hal ini merupakan jawaban dari berbagai macam pertanyaan dari masyarakat awam yang dibuat bingung oleh banyaknya tuduhan bid’ah, syirik dan sebgainya. Yang banyak pada bagian kedua ini merupakan masalah tabaruk.
Berbicara masalah tabaruk, berikut merupakan penjelasan tabaruk dalam Mushonif merupakan suatu kegiatan mengambil berkah dengan barang yang kita buat tabaruk. Akan tetapi, tidak lain sebagai wasillah kepada Allah Swt.
Banyak kalangan manusia yang salah memahami tabaruk. Mereka menghukumi tabaruk dengan syirik dan sesat. Namun pandangan ini dipatahkan oleh Mushonif dengan penjelasanya mengenai tabaruk tersebut. Barang yang biasa digunakan untuk tabaruk, yakni atsar (peninggalan, tempat, dan seseorang). Benda peniggalan dijadikan tabaruk harus disandarkan pada seorang pemilik benda tersebut. Salah satu cntoh menarik yakni paada saat perang Yarmuk, Khalid bin Walid kehilangan peci miliknya lalu ia meminta tolong para tentara untuk mencarinya. Namun para tentara tidak menemukanya sampai pada akhirnya peci itu ditemukan dalam keadaan sudah buruk. Khalid bercerita, bahwasanya Rasulullah pernah
umroh lalu mencukur rambutnya. Pada saat cukur, banyak orang yang berebut rambut dan Khalid mendapat rambut nasiyah Rasulullah. Lalu oleh Khalid dijadikan jimat, kemudian ditaruh dipecinya. Pada setiap peperangan ia bawa dan selalu diberi pertolongan oleh Allah Swt.
Kisah ini diriwatkan oleh Abdullah bin Hakam. Kisah ini menjadi ijarah bahwa tabaruk itu diperbolehkan. Selain itu juga terdapat suatu kisah bermulanya sumur budo’ah. Sumur yang berada di Madinah ini pernah diludhi oleh nabi. Kisah ini pernah diriwayatkan dari Malik bin Hamzah. Bagian ketiga dalam kiba ini menyajikan berbagai pendapat para imam. Seperti Ibnu Qoyim, Muhammad bin Abdul Wahab, Ibnu Taimiyah dari para imam lainya.
___________________________________
artikel ini ditulis oleh anggota tim redaksi buletin Perintis MA Al Ma’had An Nur edisi 17 tahun 2023